Kisah Putroe Neng dan Kematian 99 Suami Secara Misterius Part 2

Putroe Neng dan Suami Pertama


Bab 1 

Bab 2: Kutukan Rahasia

Tahun-tahun awal pernikahan Putroe Neng dengan Sultan Meurah Johan dipenuhi kedamaian. Ia tidak lagi mengangkat pedang, melainkan pena. Ia mendirikan madrasah untuk perempuan, memperkenalkan pengobatan tradisional, dan memimpin pembangunan taman-taman istana. Masyarakat mulai mencintainya, bukan karena takdirnya sebagai istri raja, tapi karena kebijaksanaan dan keberaniannya.

Namun kebahagiaan itu tak abadi. Suatu hari, Meurah Johan gugur dalam pertempuran laut melawan penjajah asing. Berita kematian suaminya datang dalam bentuk pedang berdarah dan sepucuk surat terakhir yang belum sempat dibacanya. Putroe Neng tak menangis di depan rakyatnya, tapi setiap malam, suara tangisnya menggema di kamar istana.

Kesepian menjelma sunyi yang membunuh perlahan. Lamaran datang dari para bangsawan dan panglima muda, yang tergoda oleh kecantikan abadi Putroe Neng. Ia menolak, hingga suatu malam ia bermimpi didatangi arwah Meurah Johan, yang berkata: “Hidup tidak berhenti karena kepergian. Jika kau temukan yang pantas, jangan menutup hati.”

Esoknya, ia menerima lamaran seorang ulama muda. Pernikahan dilakukan secara khidmat. Tapi keesokan harinya, sang suami ditemukan tewas di pembaringan. Wajahnya membiru, matanya membelalak.

Awalnya rakyat mengira itu kecelakaan. Tapi setelah suami kedua, ketiga, keempat, hingga kesembilan—semuanya meninggal dengan cara serupa—rakyat mulai bergidik. Dalam sembilan bulan, sembilan jenazah dimakamkan diam-diam di halaman belakang istana. Bisik-bisik muncul: apakah sang permaisuri menyimpan ilmu hitam? Ataukah ia terkutuk?

Putroe Neng mencoba mencari jawabannya sendiri. Ia mengasingkan diri ke gunung, berdoa, berpuasa, menyepi. Di puncak Gunung Seulawah, dalam sunyi yang menusuk tulang, ia mendengar suara neneknya—suara yang lama hilang:

"Kau dilindungi oleh racun dalam darahmu, Nian Nio. Itu tak bisa kau ubah. Itu warisan, sekaligus beban."

Tangisnya pecah. Ia tak pernah tahu bahwa perlindungan yang diberikan padanya sejak kecil adalah pembunuh. Racun itu tertanam di tubuhnya, mengalir melalui pembuluh darah dan menyelimuti seluruh kulit. Siapa pun yang menyentuhnya dengan nafsu, akan mati perlahan. Dan para suaminya... telah membuktikannya.

Namun cinta tak berhenti. Ia tetap menerima lamaran, entah karena ingin melawan takdir, atau karena terus berharap suatu hari kutukan itu akan hilang. Tapi tubuhnya tetap menjadi racun. Hingga jumlah suami yang terkubur mencapai sembilan puluh sembilan.

Dan langit Lhokseumawe belum selesai menuliskan kisahnya.

Post a Comment

0 Comments