Ibrahim Tapa bernama Asli Ibrahim Sufrijali adalah sosok panglima hebat di Kerajaan Samudera Pasai yang dulu mengabdi di bawah kepemimpinan Sultanah Nahrisyah atau Malikah Nahrasiyah Rawangsa Khadiyu (1405-1420 M).
Masa Kecil Ibrahim Tapa
Tun Ibrahim Tapa lahir di Desa Cot Keh, di Kerajaan Perlak, pada
tahun 1380 M. Ia berasal dari keluarga nelayan dan belajar menjala ikan dari
ayahnya sampai umurnya 12 tahun. Namun, pada tahun 1392, dia diambil oleh paman
dari ibunya yang bernama Abdurrauf Diwa, seorang pelatih perang dan ahli
beladiri di kerajaan Samudera Pasai. Ibrahim dibawa ke kerajaan samudera pasai
karena pamannya melihat sejak kecil, dia sudah menunjukkan ketertarikannya pada
ilmu kanuragan, suatu keahlian bela diri yang sangat populer di zaman itu.
Di usia yang masih sangat muda, Tun Ibrahim Tapa mulai
belajar ilmu kanuragan dari pamannya yang merupakan seorang ahli bela diri. Bersama
dengan sepupunya, Ahmad Permala, selama beberapa tahun, Tun Ibrahim Tapa
mengasah kemampuan bela dirinya dan menjadi sangat terampil dalam mempergunakan
senjata seperti rencong dan pedang. Selain itu, ia juga belajar teknik-teknik
bertarung tanpa senjata dan mengembangkan kemampuannya dalam hal strategi dan
taktik perang.
Kemampuan bela diri dan strategi perang yang dimilikinya berada
diatas tingkat rata rata, membuat Ibrahim Tapa menjadi terkenal di wilayah
sekitar desanya. Ia sering diundang untuk menjadi pelatih bagi para prajurit
dan tentara lokal, mendampingi pamannya dan menjadi semakin terkenal sebagai
seorang ahli bela diri yang handal.
Berbeda dengan saudara sepupunya Ahmad Permala, keahlian Tun
Ibrahim Tapa tidak hanya terbatas pada bela diri dan perang. Ia juga merupakan
seorang yang sangat terpelajar dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti
sejarah, filsafat, dan sastra. Hal ini membuatnya menjadi sosok yang sangat
dihormati dan dihargai oleh banyak orang, baik di kalangan rakyat biasa maupun
para petinggi di wilayah tersebut.
Sekilas tentang Kerajaan Samudera Pasai Setelah diserang oleh majapahit.
Pada saat itu Sulthanah Nashriyah mengumumkan, barang siapa
yang berhasil membunuh Raja Nakur, akan diangkat menjadi suami dan mendampingi
beliau memerintah Kerajaan Samudera Pasai.
Pada Saat itulah Tun Ibrahim Tapa Bersama dengan Ahmad Permala
bersama sama membantu perang memperebutkan kekuasaan terhadap Raja Nakur. Ibrahim
Tapa sendiri adalah seorang Panglima gagah berani yang dengan keperkasaannya
berhasil memerangi dan memimpin pasukan.
Karena Ilmu Kanuragan dan kekuatan Ibrahim Tapa yang luar
biasa, beliau mampu memberantas pasukan Raja Nakur dan membuat Raja Nakur tak
berdaya. Tapi karena ketamakan Ahmad Permala, dia memenggal kepala Raja Nakur
yang sudah tidak berdaya dan membawanya ke hadapan Sulthanah Nashriyah sehingga
berhasil menikahi sang Ratu (sulthanah).
Pada saat itu Ibrahim tapa menjadi patah hati akan
pengkhianatan yang dilakukan oleh saudaranya tersebut, sehingga beliau
memutuskan untuk tidak akan menikah sampai kapanpun. Belaiau menjadi Panglima
perang selama pemerintahan Sulthanan Nashriyah, dan tidak ada peperangan yang
terjadi selama Ibrahim tapa menjabat sebagai panglima besar.
Oleh karena itu Ibrahim tapa lebih memfokuskan waktunya untuk
memperdalam Ilmu agama dan menjalani hidup dengan cara Sufi.
Konflik dengan Raja Bakoy (Ahmad Permala)
Setelah memerintah kurang lebih 15 tahun , Kesehatan Sulthanah
sudah tidak setabil, sehingga tampuk kemepimpinan dipegang oleh Ahmad Permala
yang kala itu sudah dikenal dengan Raja Bakoy. Ada riwayat yang mengatakan
kalau Bakoy itu diberikan karena Ahmad permala berasl dari daerah Bakoi (Blang Bintang Aceh Rayeuk) dan ada
riwayat yang mengatakan kalau istilah Bakoy diberikan karena sosoknya yang
Pelit, semena mena, dan suka Berlaku curang.
Pada masa hidupnya raja Bakoy memelihara seekor Hyena (Anjing hutan dari Afrika). Hyena ini adalah hadiah dari Ibnu Batutah. Ibnu Battutah adalah seorang dari Afrika Utara yang bekerja pada Sultan Delhi di India. Ia mengunjungi Samudra Pasai dalam rangka singgah ketika melakukan perjalanannya ke Cina sebagai utusan Sultan Delhi.
Hyena inilah yang menemani raja
bakoy Kemana-mana. Karena masyarakat pada waktu itu tidak pernah melihat Hyena,
mereka menganggapnya sebagai Anjing.
Setelah Sulthanah meninggal, Raja Bakoy langsung membuat sayembara itu. semua janda dan gadis-gadis yang ada dinegeri Pase diundang untuk mengikuti sayembara itu. Siapapun yang bisa memakai cincin peninggalan Sultanah Nahrisyah dengan pas sekali, maka akan dijadikan istri raja.
Tapi
karena Raja Bakhoi terkenal dengan perilakunya yang kurang baik, yang mengikuti
sayembara itu hanya sedikit. Hingga tak satupun yang punya jari manis yang
sesuai dengan cincin itu. Hingga secara tak sengaja cincin itu dicoba oleh
putrinya sendiri Putroe Mardum Peria atau Putri Mardum Pria.
Karena Putroe Mardum Peria ini adalah secantik cantik dan
Seanggun anggunya Perempuan di Kerajaan Saudera Pasai pada saat itu, maka
timbul niat jelek Raja Bakoy untuk bisa menikahi putri kandungnya tersebut.
Namun tak satupun ulama yang membenarkan sang raja menikahi
putrinya sendiri. Raja marah. Lalu akhirnya dengan sangat murka dia membunuh
semua ulama yang hadir pada waktu itu.
Seakan mengacuhkan hokum yang berlaku, persiapan pernikahan
dilakukan, pesta paling meriah disiapkan. Semua rakyat akan diundang untuk
menghadiri pernikahan dan menikmati makanan paling enak yang akan dipersiapkan.
Tun Ibrahim Tapa Menculik Putroe Mardum Peria
Ibrahim tapa yang saat itu sudah mulai menjalani Tapa
(bertapa/sufi) serta menjauhkan dirinya dari hal duniawi di sebuah Gua,
mendengar tentang berita tersebut.
Beliau tanpa menunggu lama langsung menuju kerajaan samudera
pasai untuk mengingatkan Saudara sepupunya Raja Bakoy untuk menghentikan kegilaannya.
Tapi Raja Bakoy tetap yakin untuk menikahi putrinya sendiri.
Karena tidak ada cara lain, Ibrahim Tapa langsung melarikan
Putroe Mardum Peria ke Gua tempat Ibadahnya yang berada di bukit panggoi.
Karena sibuk mempersiapkan Pernikahan, raja Bakoy tidak
sadar kalau calon istrinya/anaknya sudah diculik oleh Ibrahim tapa sampai pada
hari pernikahannya.
Setelah mengetahui kalau Ibrahim tapa sudah membawa lari putrinya, Raja bakoy murka dan pergi ke Gua Ibrahim tapa dengan membawa 1000 (seribu) pasukan.
Pasukan raja Bakoy yang pada waktu semula akan menyerang
Ibrahim tapa, akhirnya memberi hormat
kepada panglima mereka sehingga tidak jadi menyerang. Hingga akhirnya raja
Bakoy sendiri yang turun tangan menghabisi Ibrahim tapa dengan Anjingnya (Hyena).
Karena Ilmu kanuragan Raja Bakoy yang juga tidak bisa dianggap remeh, serta
keganasan Anjing Hyena miliknya, perkelahian tersebut memakan waktu 3 hari 2
malam. Hingga akhirnya Raja Bakoy dan Anjingnya terluka parah dan menyerah.
Dalam Perjalanan pulang ke kerajaan samudera Pasai, raja
Bakoy dan Anjingnya meninggal Dunia.
0 Comments